Ribuan
pengungsi Suriah berkumpul di tepi Sungai Tigris saat hendak
menyeberang ke Irak untuk menghindari kecamuk perang saudara di negeri
mereka. Foto ini diambil pada Agustus 2013.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, Rabu (30/3), menyerukan upaya
global untuk menyelesaikan krisis pengungsi asal Suriah. Ia meminta
negara-negara dunia membantu relokasi sekitar 480.000 pengungsi yang
sampai saat ini belum memperoleh tempat berlindung.
Saat ini ada sekitar 4,8 juta pengungsi asal Suriah yang lari ke
Turki, Lebanon, Jordania, dan Mesir akibat perang saudara di Suriah yang
telah berlangsung lima tahun dan menewaskan lebih dari 250.000 orang.
"Kita berada di Konferensi Geneva ini untuk membicarakan krisis
pengungsi terbesar dalam sejarah. Krisis ini membutuhkan solidaritas
global yang luar biasa," kata Ban Ki-moon.
Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) mendesak
negara-negara di dunia agar menampung pengungsi asal Suriah atas dasar
pertimbangan kemanusiaan, reunifikasi keluarga, perawatan kesehatan,
ataupun beasiswa sekolah agar para pelajar yang menjadi pengungsi bisa
menyelesaikan pendidikan.
"Sekitar 10 persen dari 4,8 juta pengungsi masuk dalam kategori
sangat rentan. Artinya, dibutuhkan sekitar 480.000 tempat sampai akhir
2018," ujar juru bicara UNHCR, Adrian Edwards.
Ban Ki-moon menceritakan pengalaman pribadinya ketika keluarganya
menjadi pengungsi saat Perang Korea (1950-1953) meletus. Saat itu ia
masih berusia enam tahun. Bagi Ban Ki-moon, kisah-kisah di mana para
pengungsi telantar di kamp-kamp dengan kondisi yang sangat sulit
memiliki makna personal.
"Upaya-upaya untuk mengutuk para pengungsi bukan saja menyakitkan
hati, tetapi juga secara faktual salah," kata Ban Ki-moon, merujuk pada
semakin meningkatnya retorika anti imigran yang diucapkan para pemimpin
politik di negara maju.
Relatif kecil
Ban Ki-moon mengingatkan, jumlah 480.000 orang itu relatif "kecil"
jika dibandingkan dengan jumlah pengungsi yang ditampung Irak, Jordania,
Lebanon, dan Turki.
Pertemuan Geneva berlangsung saat Uni Eropa membuat kesepakatan
dengan Turki soal penanganan pengungsi. Kesepakatan itu antara lain
menyebutkan, setiap pengungsi ireguler- pengungsi yang tidak melalui
prosedur seharusnya-dari Suriah yang dipulangkan ke Turki, akan ditukar
dengan pengungsi Suriah asal penampungan di Turki untuk ditempatkan di
Eropa.
PBB mengecam kesepakatan UE-Turki itu, yang dinilai ilegal serta
bertentangan dengan hukum internasional dan hukum Eropa. Namun, para
pemimpin Eropa-yang kini lega karena kesepakatan itu berhasil menyetop
arus pengungsi yang menyeberang ke Yunani melalui Laut Aegean-berdalih,
situasi yang dihadapi Eropa saat ini sudah "darurat luar biasa".
Pasca kesepakatan dengan Turki, Uni Eropa kini mengantisipasi
kemungkinan banjir pengungsi dari Libya menuju Italia lewat jalur Laut
Tengah.
Gelombang baru
Menurut Ketua Kebijakan Luar Negeri UE Federica Mogherini, ada
sekitar 500.000 pengungsi yang bersiap-siap menyeberang ke Eropa.
Menteri Pertahanan Perancis Jean Yves Le Drian menduga jumlahnya sudah
mencapai 800.000 orang.
Pada tahun 2016, Kementerian Dalam Negeri Italia sudah mencatat
kedatangan 13.829 pengungsi. Kapal-kapal patroli keamanan Italia yang
bekerja sama dengan unit anti penyelundupan manusia, Frontex, kini
bekerja keras untuk menyelamatkan perahu-perahu pengungsi yang karam.
Sumber/Kompas.com